READINGCHARLESDICKENS.COM – Marhaenisme, yang diperkenalkan oleh Sukarno, merupakan ideologi yang menjadi dasar dalam pembahasan konflik agraria di era Orde Lama di Indonesia. Marhaenisme mengusung prinsip ekonomi kerakyatan, di mana tanah dan sumber daya alam harus dikelola oleh rakyat untuk kesejahteraan bersama, bukan oleh segelintir pemodal atau kolonial. Konflik agraria di masa itu seringkali merupakan benturan antara kepentingan rakyat marhaen dengan praktik feodalisme dan sisa-sisa kolonialisme. Artikel ini akan membahas pengaruh marhaenisme terhadap konflik agraria di masa Orde Lama, serta dinamika sosial dan politik yang terlibat.

  1. Latar Belakang Marhaenisme:
    Marhaenisme adalah filosofi ekonomi dan sosial yang dikembangkan oleh Sukarno.

    A. Definisi Marhaen:
    Marhaen adalah istilah yang digunakan Sukarno untuk menggambarkan petani kecil yang mandiri, memiliki alat produksi sendiri, tetapi tidak memiliki surplus produksi yang signifikan.

    B. Prinsip-prinsip Marhaenisme:
    Ideologi ini menekankan pentingnya kemandirian rakyat dan penolakan terhadap eksploitasi oleh pemilik modal atau penjajah.

  2. Konflik Agraria di Masa Orde Lama:
    Konflik agraria di era Orde Lama seringkali terkait dengan struktur kepemilikan tanah yang tidak adil dan sisa-sisa penjajahan.

    A. Struktur Feodal:
    Struktur agraria yang ada masih sangat dipengaruhi oleh sistem feodal, di mana tanah dikuasai oleh segelintir kaum bangsawan dan bekas penjajah.

    B. Perjuangan Reforma Agraria:
    Upaya pemerintah Orde Lama melakukan reforma agraria terbentur pada kepentingan kelompok feodal dan perlawanan dari pemilik modal.

  3. Implementasi Marhaenisme dalam Kebijakan Agraria:
    Pemerintah Orde Lama berupaya menerapkan prinsip marhaenisme dalam kebijakan agraria.

    A. Undang-Undang Pokok Agraria:
    UUPA No. 5 Tahun 1960 dicetuskan sebagai upaya untuk mendistribusikan kembali tanah kepada rakyat marhaen.

    B. Program-Program Pemerataan:
    Program redistribusi tanah dan pembangunan desa-desa baru dilakukan untuk memperkuat posisi petani kecil.

  4. Dinamika Sosial dan Politik:
    Konflik agraria tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga dinamika sosial dan politik yang kompleks.

    A. Peran Partai Komunis Indonesia (PKI):
    PKI secara aktif mendukung implementasi reforma agraria, yang menambah kompleksitas konflik karena isu ideologi.

    B. Ketegangan Internal Pemerintah:
    Terjadi ketegangan antara kelompok yang mendukung reforma agraria dengan yang menentangnya, termasuk di dalam pemerintahan.

  5. Akibat dari Konflik Agraria:
    Konflik agraria di masa Orde Lama memiliki akibat yang signifikan baik secara sosial maupun politik.

    A. Ketidakstabilan Sosial:
    Konflik ini seringkali memicu ketidakstabilan sosial, dengan adanya bentrokan antara petani dan kelompok yang memiliki tanah.

    B. Implikasi Politik:
    Konflik agraria turut berkontribusi pada ketidakstabilan politik yang kemudian mengarah pada peristiwa G30S/PKI dan berakhirnya Orde Lama.

Marhaenisme memainkan peran penting dalam membentuk wacana dan kebijakan agraria selama masa Orde Lama di Indonesia. Konflik agraria yang terjadi merupakan refleksi dari pertarungan antara ideologi marhaenisme dengan praktik feodalisme dan peninggalan kolonialisme. Meskipun marhaenisme berupaya mendorong distribusi tanah yang lebih adil, tantangan dan resistensi yang dihadapi cukup signifikan, sehingga banyak dari tujuan-tujuan reforma agraria tidak tercapai sepenuhnya. Dinamika konflik agraria tersebut tidak hanya mempengaruhi sejarah sosial ekonomi Indonesia, tetapi juga membentuk lanskap politik negara dalam dekade-dekade berikutnya.