READINGCHARLESDICKENS – Era post-truth, didefinisikan sebagai keadaan dimana fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik daripada seruan kepada emosi dan kepercayaan pribadi, telah menjadi topik diskusi yang penting dalam masyarakat kontemporer. Perkembangan ini dipengaruhi oleh pergeseran dalam cara informasi didistribusikan dan dikonsumsi, terutama melalui media sosial. Artikel ini akan mengeksplorasi dinamika era post-truth, pengaruhnya terhadap persepsi publik terhadap fakta dan opini, serta peran media sosial dalam fenomena ini.

  1. Pengantar Era Post-Truth
    Era post-truth sering kali dikaitkan dengan politik, dimana narasi sering kali dibentuk lebih banyak oleh emosi daripada fakta yang dapat diverifikasi. Dalam konteks ini, berita palsu (fake news) dan informasi yang menyesatkan dapat menyebar dengan cepat dan luas, terutama melalui platform media sosial.
  2. Fakta vs Opini dalam Diskursus Publik
    • Penyederhanaan Kompleksitas: Isu global yang kompleks sering kali direduksi menjadi slogan-slogan yang menarik secara emosional tetapi kurang dalam substansi.
    • Validitas dan Verifikasi: Tantangan dalam memverifikasi informasi mengakibatkan kebingungan antara apa yang benar dan apa yang dirasa benar.
    • Polaritas Opini: Media sosial memperkuat ruang gema (echo chambers) dimana grup dengan pendapat yang sama menguatkan keyakinan satu sama lain tanpa terpapar argumen yang berlawanan.
  3. Peran Media Sosial
    • Platform sebagai Kurator: Algoritma media sosial cenderung menampilkan konten yang menimbulkan respons emosional kuat, yang sering kali bukan berbasis fakta.
    • Cepatnya Penyebaran Informasi: Media sosial memungkinkan informasi untuk menyebar dengan cepat tanpa filter atau pemeriksaan faktual yang memadai.
    • Akuntabilitas dan Tanggung Jawab: Perusahaan media sosial dihadapkan pada kritik terkait peran mereka dalam menyebarkan informasi yang menyesatkan.
  4. Dampak pada Masyarakat dan Demokrasi
    • Pengambilan Keputusan: Keputusan yang diinformasikan oleh fakta-fakta yang tidak akurat dapat memiliki konsekuensi serius pada kebijakan publik dan tata kelola negara.
    • Kepercayaan Terhadap Institusi: Terdapat penurunan kepercayaan terhadap institusi tradisional seperti media berita dan lembaga ilmiah.
    • Kualitas Diskursus Publik: Diskursus publik menderita ketika fakta tidak lagi menjadi fondasi bagi debat dan pembuatan kebijakan.
  5. Menavigasi Era Post-Truth
    • Literasi Media dan Informasi: Pendidikan tentang cara mengevaluasi sumber dan konten informasi menjadi semakin penting.
    • Faktor Pemeriksaan dan Jurnalisme Berkualitas: Peningkatan peran lembaga pemeriksa fakta dan dukungan terhadap jurnalisme investigatif yang etis dan akurat.
    • Peran Pembuat Kebijakan dan Regulator: Perlunya aturan dan kebijakan yang mengatur diseminasi informasi di platform digital.

Kesimpulan:
Era post-truth menimbulkan tantangan signifikan bagi masyarakat, di mana batas antara fakta dan opini menjadi kabur. Media sosial, meskipun memiliki potensi untuk meningkatkan akses terhadap berbagai sumber informasi, juga dapat memfasilitasi penyebaran informasi yang tidak akurat atau menyesatkan. Untuk memastikan kelangsungan demokrasi yang sehat dan diskursus publik yang berinformasi, diperlukan tindakan kolektif dari individu, lembaga pendidikan, media, dan pembuat kebijakan untuk mempromosikan praktik terbaik dalam literasi informasi dan etika jurnalisme.